h

Senin, 28 November 2011

52. Antara Ingin dan Harus


Setelah duduk, merenung, terlintas sesuatu dari dalam pikirannya yang disebut intuisi, lalu dicoba rangkai dan susun dalam bentuk kalimat. Setelah kalimat itu dianggapnya selesai disusun, Kamaruz berlari mencari Banta. Dia menghampirinya yang sedang asing mencangkul di pagar bagian belakang meunasah dan langsung melemparkan kalimat yang telah dirangkainya tadi
    ''Berbicara 'hendak', memang sangat banyak yang hendak dilakukan. Tapi ketika 'hendak' itu berhadapan dengan 'harus' maka hendak akan buyar, seperti gas yang beterbangan ditelan oksigen.''
         Memahami maksud dan muasal sebab kalimat Kamaruz itu, banta menandangnya, melemparkan sebuah senyum yang selalu membuatnya enggan kembali ke kota dan ke kampusnya. Senyum itulah yang membuatnya bertekat bersama Banta selamanya. Lalu Banta berkata:
        Kadang sangat banyak yang ingin kita tulis. Tapi mengingat ada hal yang harus kita tulis yang akan berguna menyelamatkan orang banyak, tulisan yang diinginkan itu terpaksa diurungkan hingga gagasannya hilang selama-lamanya.
        Sangat banyak pula yang ingin kita beli, ingin kita miliki, tapi keinginan itu wajib dan harus diurungkan karena ada sesuatu yang menjadi kebutuhan dan itu sifatnya 'harus'.
      Tapia masyarakat kita sekarang tidak panda membedakan mana yang harus dan mana yang ingin. Mereka tidak mampu membedakan antara keinginan dan kebutuhan sehingga menjadi manusia konsumtif yang luar biasa gila.
     Secara militer kita telah merdeka sejak '45, tapi secara politik, ekonomi dan lainnya kita masih dijajah. Lihatlah para mulai dari konglomerat, birokrat, pegawai, pedagang, buruh, hingga petani mereka wajib mengeluarkan setengah penghasilannya setiap bulan untuk membayar cicilan kendaraan, alat elektronik dan lainnya. Sistem penjajahan sebelum '45 juga begitu, setengah hasil panen dipungut buat penjajah.
         Orang asing sangat pandai mensituasikan supaya produk mereka laku keras di negeri kita. Pemangku kebijakan sebisa mungkin menekan potensi dan produksi lokal. Kalau ada orang cerdan dan produktif, jangankan difasilitasi, malah bakatnya dibunuh supaya produksi dalam negeri tidak ada. Dengan itu kita harus terus membeli barang produksi orang.
         Kita telah melahirkan semilyar sarjana teknik, tapi Indonesia punya pabruk sepeda motor berapa? Pengguna sepeda motor di Indonesia berapa?
          Kondisi ekonomi masyarakat indooonesia diatur sedemikian rupa supaya kita dapat membeli produk-produk, yang bila sejenak saja kita mau merenung, kita tidak membutuhkannya. 

0 komentar:

Posting Komentar