h

Senin, 28 November 2011

53. Kelahiran dan Kematian Sebuah Kota


Pulang dari pasar Jungka Gajah, Kamaruz mengeluhkan pasar itu yang semakin sepi. Dalam pembicaraan ringan itu, Banta angkat bicara:
        Semua kota berangkatnya dari sebuah pasar yang kecil. Sebuah pasar berangkat dari beberapa warung kecil saja. Pasar menjadi semakin besar karena alasan utama posisinya strategis dan daya beli masyarakatnya mumpuni. Strategis biasanya karena terletak di persimpangan jalan yang dibangun banyak rumah.
      Lihatlah kota Makkah sebelum kelahiran Nabi Besara adalah tempat transit kapal-kapal dari teluk Yaman menuju Syiria. Sebelum itu dermaga-dermaga di teluk Persia menjadi tempat persinggahan kapal-kapal yang membawa rempah-rempah, ternak dan lainnya. Namun seiring semakin tidak amannya Persia akibat seringnya berkcecambuk perang antara Persia dengan Romawi, maka Mekkah menjadi alternatif.
         Kondisi demikian membuat masyarakat Madinah menjadi heterogen. Ini adalah bagian dari rencana Allah supaya Nabi Besar dapat tumbuh dalam masyarakat yang plural sehingga Beliau dapat mempelajari masyarakat yang majemuk dan dinamis.
     Waktu kecil Nabi mengembala domba. Sebenarnya ini untuk mendidik Yang Mulia mengelola hatinya, pikirannya dan yang paling penting, adalah latihan bagi Beliau untuk dapat ''mengembala'' manusia. Banyak nabi sebelum Beliau juga mengembala domba sebelum menjadi Rasul, tujuannya sama.
       Kembali ke persoalan kita, Kamaruz. Tahukah kamu bahwa di tempat yang sedang kita pijak ini dulunya adalah pusat sebuah kerajaan yang lumayan besar?''
    Kamaruz terkejut, setengah tidak percaya. Banta melanjutkan:
      Demikianlah sebuah kota dapat musnah dalam sekejap. Bila proses pembangunannya memakan waktu yang sangat lama, maka kehancurannya cuma butuh waktu sekejap saja.
    Tidak perlu kamu analogikan dengan datangnya banjir besar atau angin puting beliung. Konflik beberapa tahun lalu saja membuat banyak kota kecil musnah hingga kini. Dan tahukah kamu bahwa konflik kemarin itu belum ada apa-apanya dibandingkan sejarah Aceh yang selalu dirundung perang.
    Kamaruz mulai mengerti. Di pikirannya terlintas beberapa perang besar yang pernah tejadi di Aceh dalam beberapa kurun sejarah. Saat sendiri, dia berkata pada dirinya sendiri.
 ''Sebelum Perang Aceh, rakyat Aceh ada sembilan juta orang. Setelah perang tinggal tiga juta. Tanpa perlu banyak penjelasan, pastilah Meudang Ara ini dulunya adalah begian dari tempat yang ramai dan bahkan sebuah kota besar.''
    Tidak hanya Meudang Ara, banyak kawasan pedalaman Aceh yang kini menjadi hutan dulunya adalah kawasan perkotaan dan pemukiman padat.

0 komentar:

Posting Komentar